Jumat, 04 Juni 2010

ISLAMISASI ILMU PENGETAHUAN DAN FENOMENANYA

ISLAMISASI ILMU PENGETAHUAN DAN FENOMENANYA

A. Pendahuluan
Topik islamisasi ilmu pengetahuan dan pendidikan dalam Islam sudah diperdebatkan sejak Konferensi Dunia Pertama tentang Pendidikan Islam di Makkah pada 1977. Tetapi sayangnya tidak ada usaha serius untuk melacak sejarah gagasan dan mengkaji atau mengevaluasi sejumlah persoalan pokok yang berkenalan dengan topik ini pada tingkat praktis.1
Gagasan islamisasi sebenarnya berangkat dari asumsi bahwa ilmu pengetahuan itu tidak bebas nilai atau netral. Betapapun diakui pentingnya transfer ilmu Barat ke Dunia Islam, ilmu itu secara tak terelakkan sesungguhnya mengandung nilai-nilai dan merefelksikan pandangan dunia masyarakat yang menghasilkannya, dalam hal ini masyarakat Barat. Sebelum diajarkan lewat pendidikan, ilmu tersebut harus ditapis terlebih dahulu agar nilai-nilai yang bertentangan secara diametral dengan pandangan-dunia Islam bisa disingkirkan. Gagasan islamisasi, dengan demikian, merupakan upaya dekonstruksi terhadap ilmu pengetahuan Barat untuk kemudian direkonstruksi ke dalam sistem pengetahuan Islam.2

B. Tokoh Islamisasi
Bagi masyarakat awam di Indonesia, nama Syed Muhammad Naquib Al-Attas mungkin terasa asing. Tetapi bagi kalangan akademinisi yang pernah membaca karya-karyanya dalam edisi bahasa Indonesia seperti Islam dan Sekulerisme (Pustaka, Bandung) yang pernah populer pada dekade 80-an; Islam dan Filsafat Sains atau Konsep Pendidikan Islam (Mizan, Bandung) hampir pasti mengenalnya. Al-Attas, pria asli kelahiran Bogor Jawa Barat, 5 September 1931 namun besar di Malaysia tersebut, sangat memahami secara akurat akar kebudayaan dan pandangan hidup Islam dan Barat. Dari itu pula, ia mampu mengidentifikasi penyebab kemunduran umat Islam kemudian memberi solusi konseptual secara tepat. Menurutnya, kemunduran umat Islam itu disebabkan oleh lemah dan rusaknya ilmu pengetahuan (corruption knowledge), sehingga tidak mampu lagi membedakan antara kebenaran dan kepalsuan. Karena itu ia menawarkan solusi sentralnya, yakni pembenahan ilmi pengetahuan umat Islam secara fundamental yang lebih populer dengan 'Islamisasi Ilmu Pengetahuan', suatu istilah yang hingga kini acap disalahpahami dan menjadi sebuah kontroversi.

C. Sejarah Ide Islamisasi
Sesungguhnya usaha pengislaman ilmu ini telah terjadi sejak zaman Rasulullah SAW dan para sahabat pada saat turunnya al-Quran dalam bahasa Arab. Al-Quran telah membawa bahasa Arab ke arah penggunaan yang lebih menenangkan dan damai sehingga merubah watak, perangai dan tingkah laku orang Arab ketika itu. Al-Quran juga merubah pandangan hidup mereka tentang alam semesta dan kehidupan dunia. Pengislaman ilmu ini diteruskan oleh para sahabat, tabi’in dan ulama-ulama sehingga umat Islam mencapai kegemilangan dalam ilmu. Oleh itu, islamisasi dalam arti kata yang sebenarnya bukanlah perkara baru. Cuma dalam konteks “kerangka operasional” pengislaman ilmu-ilmu masa sekarang dicetuskan semula oleh tokoh-tokoh ilmuwan Islam seperti Prof. Syed Muhammad Naquib al-Attas, Al-Faruqi, Fazlur Rahman, Syed Hussein Nasr dan lain-lain.3
Sejarah serta persoalan islamisasi ilmu sekarang ini, dan pemikiran intelektual Muslim tentang ilmu, pendidikan, dan problem ilsmisasi, seperti dirumuskan oleh Muhammad 'Abduh,Iqbal, Al-Faruqi, Fazlur Rahman, dan Seyyed HosseinNasr.
Pengislaman Ilmu atau Islamisasi ilmu adalah wacana yang tak kunjung selesai diperdebatkan oleh sebagian pemikir Islam.

D. Pengertian Islamisasi Ilmu Pengetahuan
Dalam bahasa Arab Islamisasi ilmu disebut sebagai “Islamiyyat al-Ma’rifat” dan dalam bahasa Inggris disebut sebagai “Islamization of Knowledge”. Dalam Islam, ilmu merupakan perkara yang amat penting malahan menuntut ilmu diwajibkan semenjak lahir hingga ke liang lahad. Ayat al-Quran yang pertama yang diturunkan berkaitan dengan ilmu yaitu surah al-’Alaq ayat 1-5. Menurut ajaran Islam, ilmu tidak bebas nilai--sebagaimana yang dikembangkan ilmuan Barat--akan tetapi sarat nilai, dalam Islam ilmu dipandang universal dan tidak ada pemisahan antara ilmu-ilmu dalam Islam.
Pengertian islamisasi menurut para ahli:
a. Al Faruqi: adalah menuangkan kembali pengetahuan sebagaimana yang dikehendaki oleh Islam, yaitu dengan memberikan definisi baru, mengatur data, mengefaluasi kembali kesimpulan-kesimpulan dan memproyeksikan kembali tujuan-tujuannya.3
b. Al Attas:sebagai proses pembebasan ataupemerdekaan. Sebab ia melibatkan pembebasan roh manusia yang mempunyai pengaruh atas jasmaninya dan proses ini menimbulkan keharmonisan dan kedamaian dalam dirinya, sebagai fitranya.4

E. Islamisasi Sebagai Fenomena
Islamisasi ilmu ini menjadi perdebatan utama di kalangan para intelektual Islam semenjak tahun 1970 an. Walaupun ada sarjana muslim membicarakannya tetapi tidak secara teperinci dan mendalam mengenai konsep dan kerangka pengislaman ilmu. Umpamanya seperti, Syed Hussein Nasr, Fazlur Rahman, Jaafar Syeikh Idris.
Maka dapat dikatakan bahwa gagasan islamisasi ilmu pengetahuan sebagai fenomena modernitas, menarik untuk dicermati. Pada era dimana peradaban modern-sekuler mencengkeram negeri-negeri Muslim dengan kukuhnya, pemunculan wacana Islamisasi ilmu pengetahuan dapat dibaca sebagai sebuah “kontra-hegemoni” ataupun “diskursus perlawanan”. Ia hadir untuk menunjukkan identitas sebuah peradaban yang sekian lama diabaikan. Tapi, sebuah “kontra-hegemoni” ataupun “diskursus perlawanan”, adakalanya memunculkan problema dan kontradiksinya sendiri. Itulah yang ingin coba ditelusuri dalam tulisan ini.5
Betapapun diakui pentingnya transfer ilmu Barat ke dunia Islam, ilmu secara tak terelakkan susungguhnya mengandung nilai-nilai yang merefleksikan pandangan dunia masyarakat yang menghasilkannya, dalam hal ini masyarakat Barat. Bagi Al-Attas, sebelum diajarkan lewat pendidikan, ilmu harus ditapis terlebih dulu agar nilai-nilai yang bertentangan secara diametral dengan pandangan dunia Islam dapat diminimalisasi. Secara ringkas, gagasan islamisasi merupakan upaya dekonstruksi terhadap ilmu pengetahuan Barat untuk kemudian direkonstruksi ke dalam sistem pengetahuan Islam.6

C. Perlunya Islamisasi Sains: Tinjauan Filsafat Sains
Sejak beberapa dekade yang lalu hingga kini muncul berbagai kritik terhadap Sains Modern. Bukan saja ilmuwan Muslim, tapi banyak ilmuwan Barat sendiri mulai kritis dan mengevaluasi sains yang ada. Mereka umumnya mempertanyakan keabsahan paradigma Sains Modern bahkan cenderung skeptis tentang masa depan Sains Modern. Mereka coba menganalisa dan mencari paradigma sains alternatif. Bagi ilmuwan Muslim, tentu paradigma yang didasarkan pada nilai-nilai Islamlah yang menjadi tumpuan alternatif. Upaya-upaya inilah yang sering disebut Islamisasi sains. Selain percaya pada kesempurnaan nilai-nilai normatif Islam, para ilmuwan Muslim juga percaya pada kesanggupan Islam terjun di wilayah praxis sains, seperti dibuktikan pada masa keemasan Islam.7
D. Tiga Kategori Pendekatan Sains Islam:
a. I’jazul Qur’an.
Pendekatannya adalah mencari kesesuaian penemuan ilmiah dengan ayat Qur’an. Hal ini kemudian banyak dikritik, lantaran penemuan ilmiah tidak dapat dijamin tidak akan mengalami perubahan di masa depan. Menganggap Qur’an sesuai dengan sesuatu yang masih bisa berubah berarti menganggap Qur’an juga bisa berubah.


b. Islamization Disciplines.
Yakni membandingkan sains modern dan khazanah Islam, untuk kemudian melahirkan text-book orisinil dari ilmuwan muslim. Penggagas utamanya Ismail Raji al-Faruqi, dalam bukunya yang terkenal, Islamization Of Knoledge, 1982.
Ide Al-Faruqi ini mendapat dukungan yang besar sekali dan dialah yang mendorong pendirian International Institute of Islamic Thought (IIIT) di Washington (1981), yang merupakan lembaga yang aktif menggulirkan program seputar Islamisasi pengetahuan.
Rencana Islamisasi pengetahuan al-Faruqi bertujuan:
Penguasaan disiplin ilmu modern.
Penguaasaan warisan Islam.
Penentuan relevansi khusus Islam bagi setiap bidang pengetahuan modern.
Pencarian cara-cara untuk menciptakan perpaduan kreatif antara warisan Islam dan pengetahuan modern (melalui survey masalah umat Islam dan umat manusia seluruhnya). Pengarahan pemikiran Islam ke jalan yang menuntunnya menuju pemenuhan pola Ilahiyah dari Allah.
Realisasi praktis islamisasi pengetahuan melalui: penulisan kembali disiplin ilmu modern ke dalam kerangka Islam dan menyebarkan pengetahuan Islam.
Ide ini terutama pada proses pemanfaatan sains. “Dalam lingkungan Islam pastilah sains tunduk pada tujuan mulia.” Ilmuwan Pakistan, Z.A. Hasymi, memasukkan Abdus Salam dan Habibie pada kelompok ini.


c. Menggali Epistimologi Sains Islam (Murni).
Epistimologi sains Islam murni digali dari pandangan dunia dunia Islam, dan dari sinilah dibangun teknologi dan peradaban Islam. Dipelopori oleh Ziauddin Sardar8
Sardar mengkritik ide Al-Faruqi dengan pemikiran:
a. Karena sains dan teknologilah yang menjaga struktur sosial, ekonomi dan politik yang menguasai dunia.
b. Tidak ada kegiatan manusia yang dibagi-bagi dalam kotak-kotak: “psikologi”, “sosiologi”, dan ilmu politik.
c. Menerima bagian-bagian disipliner pengetahuan yang dilahirkan dari epistimologi Barat berarti menganggap pandangan dunia Islam lebih rendah dari pada peradaban Barat.
E. Sepuluh Konsep
Penemuan kembali sifat dan gaya sains Islam di zaman sekarang merupakan salah satu tantangan paling menarik dan penting, karena kemunculan peradaban muslim yang mandiri di masa akan datang tergantung pada cara masyarakat muslim masa kini menangani hal ini.
Dalam seminar tentang “Pengetahuan dan Nilai-Nilai” di Stocholm, 1981, dengan bantuan International Federation of Institutes of Advance Study (IFIAS), dikemukakan 10 konsep Islam yang diharapkan dapat dipakai dalam meneliti sains modern dalam rangka membentuk cita-cita Muslim. Kesepuluh konsep ini adalah:
(1) Tauhid yakni meyakini hanya ada 1 Tuhan, dan kebenaran itu dari-Nya.
(2) Khilafah kami berada di bumi sebagai wakil Allah, segalanya sesuai keinginan-Nya.
(3)`Ibadah (pemujaan), keseluruhan hidup manusia harus selaras dengan ridha Allah, tidak serupa kaum Syu’aib yang memelopori akar sekularisme: “Apa hubungan sholat dan berat timbangan (dalam dagang)”.
(4) `ilm yang tidak menghentikan pencarian ilmu untuk hal-hal yang bersifat material, tapi juga metafisme, semisal diuraikan Yusuf Qardhawi dalam “Sunnah dan Ilmu Pengetahuan”.
(5) halal (diizinkan)menurut aturan Islam
(6)`adl (keadilan), semua sains bisa berpijak pada nilai ini: janganlah kebencian kamu terhadap suatu kaum membuat-mu berlaku tidak adil.. Keadilan yang menebarkan rahmatan lil alamin, termasuk kepada hewan, misalnya: menajamkan pisau sembelihan.
(7) istishlah (kepentingan umum).
(8) haram (dilarang).
(9) zhulm (melampaui batas).
(10) dziya’ (pemborosan), “Janganlah boros, meskipun berwudhu dengan air laut”.
Dalam membangun dan mengejar perbaikan iptek dunia Islam, Sardar mengajukan dua pemikiran dasar:
Menganalisa kebutuhan sosial masyarakat muslim sendiri, dan dari sinilah dirancang teknologi yang sesuai. Teknologi ini dikembangkan dalam kerangka pandangan-dunia muslim.
Kenyataannya, sangat tidak mudah bekerja di luar paradigma yang dominan, lantaran kita masih terikat dan terdikte dengan disiplin-disiplin ilmu yang dicetuskan dari, oleh dan untuk Barat.Namun paling tidak ada dua agenda praktis yang dapat dijadikan landasan: jangka pendek: membekali ilmuwan Islam dengan syakhshiyah. Islamiyah, dan jangka panjang: perumusan kurikulum pendidikan Islam yang holistik.9

F. Mengapa Harus Ada Islamisasi Sains?
Ketika semangat Islamisasi ilmu pengetahuan muncul di Pakistan pada masa Presiden Zia ul Haq pada awal 1980-an, Bashiruddin Mahmood, Direktur Direktorat Energi Nuklir Pakistan bersama teman-temannya segera menyambutnya dengan dengan mendirikan "Holy Quran Research Foundation". Salah satu hasil kajiannya berupa buku "Mechanics of the Doomsday and Life after Death: The Ultimate Fate of the Universe as Seen Through the Holy Quran" (1987).
Sayang, obsesinya untuk mengislamisasi sains tampaknya tidak mempunyai pijakan. Fenomena penciptaan dan kehancuran alam semesta yang katanya ditinjaunya dari Alquran dianalisisnya tanpa menggunakan sains secara utuh. Hasilnya, banyak kejanggalan dari segi saintifiknya. Di Indonesia, publikasi serupa itu ada juga, misalkan oleh Nazwar Syamsu dan Fahmi Basya.
Semangat Islamisasi sains di Pakistan yang dirasakan telah salah arah, menimbulkan kritik tajam dari Dr. Pervez Hoodbhoy, pakar fisika partikel dan nuklir dari Quaid-e-Azam University, Islamabad. Atas saran Prof. Abdus Salam (Penerima hadiah Nobel Fisika 1979), Hoodbhoy memaparkan kritik-kritiknya atas upaya Islamisasi sains di Pakistan dalam bukunya "Islam and Science: Religious Orthodoxy and the Battle for Rationality" (1992). Baik Hoodbhoy maupun Salam sepakat bahwa upaya Islamisasi Sains yang dimotori Presiden Zia ul Haq telah salah langkah dan memalukan.
Secara spesifik, Hoodbhoy mengkritik beberapa kajian yang oleh para pemaparnya -- di beberapa konferensi tentang Alquran dan sains -- dianggap sebagai sains Islam. Kajian-kajian yang dikritik tajam itu antara lain tentang formulasi matematis tingkat kemunafikan, analisis isra' mi'raj dengan teori relativitas, jin yang terbuat dari api sebagai energi alternatif, dan formula kuantitatif pahala salat berjamaah sebagai fungsi dari jumlah jamaah.
Sebenarnya, adakah sains Islam? Dan perlukah Islamisasi sains? Untuk menjawabnya, kita kembali mengkaji lebih dalam lima ayat yang pertama kali turun kepada Rasulullah s. a. w. dan kita fahami prinsip dasar sains.
Bacalah dengan nama Tuhanmu yang menciptakan. Menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah! Dan Tuhanmu Yang Maha Pemurah yang mengajarkan dengan pena. Mengajar manusia hal-hal yang belum diketahuinya (Q. S. Al-Alaq:1-5).
Dalam makna yang umum, lima ayat yang turun pertama kali ini tentunya bukan hanya perintah kepada Rasulullah s. a. w. untuk membaca ayat-ayat qur'aniyah. Terkandung di dalamnya makna untuk membaca ayat-ayat kauniyah yang terdapat di alam. Allah memberikan kemampuan kepada manusia untuk itu.
Manusia yang diciptakan dari substansi serupa gumpalan darah telah dianugerahi Allah dengan kemampuan analisis untuk mengurai rahasia-rahasia di balik semua fenomena alami. Kompilasi pengetahuan manusia kemudian didokumentasikan dan disebarkan dalam bentuk tulisan yang disimbolkan dengan pena. Pembacaan ayat-ayat kauniyah ini melahirkan sains dalam upaya menafsirkannya. Ada astronomi, matematika, fisika, kimia, biologi, geologi, dan sebagainya.
Dari segi esensinya, semua sains sudah Islami, sepenuhnya tunduk pada hukum Allah. Hukum-hukum yang digali dan dirumuskan adalah hukum-hukum alam yang tunduk pada sunnatullah. Pembuktian teori-teori yang dikembangkan dilandasi pencarian kebenaran, bukan pembenaran nafsu manusiawi. Secara sederhana, sering dikatakan bahwa dalam sains kesalahan adalah lumrah karena keterbatasan daya analisis manusiawi, tetapi kebohongan adalah bencana.
Hukum konservasi massa dan energi yang secara keliru sering disebut sebagai hukum kekekalan massa dan energi sering dikira bertentangan dengan prinsip tauhid. Padahal itu hukum Allah yang dirumuskan manusia, bahwa massa dan energi tidak bisa diciptakan dari ketiadaan dan tidak bisa dimusnahkan. Alam hanya bisa mengalihkannya menjadi wujud yang lain. Hanya Allah yang kuasa menciptakan dan memusnahkan. Bukankah itu sangat Islami?
Demikian juga tetap Islami sains yang menghasilkan teknologi kloning, rekayasa biologi yang memungkinkan binatang atau manusia memperoleh keturunan yang benar-benar identik dengan sumber gennya. Teori evolusi dalam konteks tinjauan aslinya dalam sains, juga Islami bila didukung bukti saintifik. Semua prosesnya mengikuti sunnatullah, yang tanpa kekuasaan Allah semuanya tak mungkin terwujud.
Jadi, Islamisasi sains sungguh tidak tepat. Menjadikan ayat-ayat Alquran sebagai rujukan, yang sering dianggap salah satu bentuk Islamisasi sains, juga bukan pada tempatnya. Dalam sains, rujukan yang digunakan semestinya dapat diterima semua orang, tanpa memandang sistem nilai yang dianutnya. Tegasnya, tidak ada sains Islam dan sains non-Islam.
Hal yang pasti ada hanyalah saintis Islam dan saintis non-Islam. Dalam hal ini sistem nilai tidak mungkin dilepaskan. Memang tidak akan tampak dalam makalah ilmiahnya, tetapi sistem nilai yang dianut seorang saintis kadang tercermin dalam pemaparan yang bersifat populer atau semi-ilmiah.
"Bacalah dengan nama Tuhanmu yang menciptakan". Maka, riset saintis Islam berangkat dari keyakinan bahwa Allah pencipta dan pemelihara alam serta hanya karena-Nya pokok pangkal segala niat. Atas dasar itu, setiap tahapan riset yang menyingkapkan satu mata rantai rahasia alam semestinya disyukurinya dengan ungkapan "Rabbana maa khaalaqta haadza baathilaa, Tuhan kami tidaklah Engkau ciptakan semua ini sia-sia" (Q. S. 3:191), bukan ungkapan bangga diri.

G. Analisa
Sebagaimana diungkapkan dalam pembuka tulisan ini, posisi gerakan islamisasi ilmu pengetahuan sebagai sebuah “kontra-hegemoni” sekaligus “ideologi perlawanan” terhadap upaya dominasi peradaban Barat yang mencengkeram baik lewat kolonialisme, neo-kolonialisme maupun “invasi pemikiran”, jelas sangat penting. Lebih tegas adalah sesuatu yang sah secara intelektual maupun politis. Bahkan merupakan hak dunia Islam, yang sayangnya, memang sebagian besar berada di dunia ketiga–sebagaimana bagi entitas kebudayaan dan peradaban lainnya untuk mempertahankan identitas maupun jatidiri kebudayaan dan peradabannya dengan merujuk pada akar tradisinya sendiri.
Satu hal yang kiranya perlu tetap disadari, bahwa setiap hasil pemikiran manusia, selalu bersifat historis: terikat dengan ruang dan waktu yang melingkungi sang pemikir. Gagasan islamisasi ilmu pengetahuan, tentulah memiliki kebenaran-kebenaran tertentu sesuai dengan bingkai ruang dan waktunya. Itu merupakan sebuah upaya solusi terhadap berbagai problema umat yang memang nyata keberadaannya.
Menjadi penting bagi kita, pada satu sisi, mengapresiasi dan membuka ruang dialog bagi gagasan islamisasi ilmu pengetahuan, sebagai suatu sumbangan sekelompok sarjana Muslim terhadap peradaban umat manusia. Dan pada sisi lain, menjaga agar gerakan tersebut berada pada bingkai kerja ilmiah, yang ukuran kebenarannya adalah sejauh mana ia bisa konsisten terhadap premis-premis dasar yang dibangunnya. Juga sejauh mana ia bisa mengatasi ujian dan verifikasi ilmiah dari para pengkritiknya. Dan tentu saja, seberapa jauh ia bisa memberi maslahat bagi umat manusia; setidaknya memecahkan persoalan-persoalan yang dijadikan isu utama. Sangat naif, jika kemudian terjadi penggeseran orientasi gerakan ini, dari yang sifatnya ilmiah menjadi politis dan ideologis. Sehingga gagasan tersebut menjadi gagasan yang tertutup karena dianggap sudah final kebenarannya atau bahkan diyakini tidak bisa salah karena “berasal dari Tuhan Yang Maha Benar”.

H. Kesimpulan
Gerakan islamisasi ilmu atau sains perlu diimplementasikan oleh para cendikia muslim sendiri yang memiliki keluasan ilmu dan keahlian yang mantap terhadap ilmu -ilmu keislaman dan ilmu pengetahuan yang non agama.
Alasan orientasi islamisasi pada subyek cendikia yang memiliki kemantapan pada dua dimensi keilmuan, diantaranya perlunya kajian kajian tentang ilmu pengetahuan umum yang telah diakui keberadaannya menjadikan pengkaji terhadap ilmu tersebut medekat dengan agama Islam. Hal ini amat penting untuk disertakan, pengertian agama akan hadir dalam setiap ilmu apapun jenis dan macamnya sebuah keilmuan. Dengan menambahkan nilai-nilai agama dalam setiap ilmu akan menginspirasi terhadap pengkajinya untuk selalu beribadah dalam penyelidikan, penelitian, pembahasan dan pengembangan ilmu. Akhirnya manfaat ilmu pengetahuan dapat mendekatkan manusia pada manfaat yang multi dimensional yakni pada manusia, pada alam semesta dan yang lebih dari itu semua pada cendikia itu sendiri di hadapan Allah.
Fungsi dan hakekat ilmu akan dapat diketahui oleh manusia yang mendalami sebuah ilmu yang telah dipadukan dengan ilmu agama yang cukup. Suatu ilmu akan terkesan lebih sempurna dan menarik dalam berbagai kondisi, situasi dan tak terikat oleh ruang dan waktu bahkan golongan ilmuan akan lebih dekat dengan tokoh-tokoh agama.
Bukan hanya ditinjau dari sisi manfaatnya saja, tetapi islamisasi ilmu dapat mempererat kesatua ilmu-ilmu Allah yang tunggal yakni ilmu yang diciptakan oleh-Nya untuk modal manusia menginvestasikan dirinya demi kebahagiaan manusia yang sempurna yaitu dunia dan akhirat.
Sehingga permasalahan dikotomi ilmu atau membedakan antara ilmu agama dan ilmu umum akan terkikis sedikit-demi sedikit, sebab selama ini kemunduran ilmu pengetahuan umum diduni masih didominasi oleh para ilmua non muslim. Ada indikasi yang kuat di masyarakat mayoritas muslim enggan untuk mempelajari ilmu-ilmu tersebut dengan alasan yang tidak rasional dan bahkan hanya percaya pada asumsi-asumsi yang tidak benar. Asumsi itu mengatakan bahwa mempelajari ilmu agama akan banyak manfaatnya dibandingkan mempelajari ilmu yang bukan agama. Dampak dari asumsi atau keyakinan yang tidak rasional ini melemahkan motivasi memopelajari ilmu umum tidak dengan kesungguhan.
Kondisi yang dibangun dari asumsi sesat ini akan diarahkan pada tempat yang layak dengan memasukkan ide, nilai, dan paradigma agama Islam dalam kajian ilmu umum agar hal ini menjadikan generasi yang belum terkena virus asumsi di atas memahami bahwa segala ilmu yang dipelajarinya bermanfaat baginya di dunia dan akhirat. Generasi muda akan lebih berarti bagi kemajuan Islam dengan mempu bersaing dalam dunia global yang menjadikan manusia terjauhkan dengan agamanya. Maka dengan islamisasi ilmu pengetahuan akan memperbaiki citra umat islam dalam kompetisi keilmuan dunia dan umat Islam akan mampu berdialog dengan kehidupan yang nyata serta ke4hidupan spiritualnya.













Daftar Pustaka

Al Quran Terjemah Departemen Agama R.I
Wan Daud, Wan Mohd Nor, 2003. Filsafat dan Praktik Pendidikan Islam Syed M. Naquib Al-Attas ,Bandung: Mizan.
Ilyas, Mukhlisuddin. 2005. Islamisasi Ilmu Pengetahuan (Online), "Http://Www.Acehinstitute.Org/Opini_Mukhlisuddin_Ilyas_Islamisasi_Ilmu_Pengetahuan.Htm" diiakses 25 Januari2006).
S.M. Naqoib, al Attas. 1991. The Consept OF Education In Islam., Kualalumpur, ISTAC
Iman, M. Sohibul. 2004. Perlunya Islamisasi Sains: Tinjauan Filsafat Sains. Jakarta: ISTECS Press.
Said, Bustaomi M. 1995. Gerakan Pembaharuan Agama: Antara Moderenisme dan Tajdiduddin.Bekasi: Wacanalazuardi Amanah.
Ismail, M. 2002. Bunga Rampai Pemikiran Islam. Jakarta: Gema Insani Press.
Saifuddin A.M. 1987. Desekularisasi Pemikiran Landasan Islamisasi. Bandung: Mizan

I’JAZ ALQUR’AN

I’JAZ ALQUR’AN
M.Zamrony
A. Pengertian
Kata mu;jizat berasal dari bahasa arab (A’jaza) yg berarti melemahkan atau menjadikan tidak mampu. Pelakunya (mu’jiz) di tambah ta’ marbutoh superlatif (mubalaghoh).
Mu’jizat adalah suatu hal atau peristiwa luar biasa yg terjadi melalui seorang nabi, sbg bukti kenabiannya, yg ditantangkan kpd yang ragu utk mendatangkan hal serupa, namun mereka tdk mampu melakukannya

B. Dari Pengertian di atas mu’jizat itu mengandung:
1. Hal atau peristiwa luar biasa
2. Terjadi pd diri seorang nabi
3. Berupa tantangan kepada orang yang ragu
4. Tidak mungkin dilakukan oleh orang yang ditantang

C. Mu’jizat terbagi menjadi dua;
1. Kauniyah/Hissi/indrawi, yg dpt di jangkau oleh salah satu indra manusia. Mu’jizat ini tdk ada jalan bagi akal utk menentangnya, semua nabi sebelum nabi Muhammad SAW diberikan mu’jizat ini
2. Aqliyah, rasional, yg berdialog dg akal manusia, dan betapapun majunya akal manusia, tdk ada satupun yang mampu melakukan/menandinginya. Al-Qur’an yg diturunkan kpd nabi Muhammad SAW mengandung kedua mu’jizat tersebut.

D. Aspek-aspek kemu’jizatan al-Qur’an
1. Kebahasaan
@ gaya bahasa
@ susunan kata dan kalimat
@ keseimbangan redaksi
 Kata basmalah terdiri atas 19 huruh.
 Jumlah bilangan kata dalam basmalah habis terbagi dg angka 19.
o ism sebanyak 19 kali
o Allah sebanyak 2698 kali atau 142x19
o Al-Rahman sebanyak 57 kali atau 3x19
o Al-Rahim sebanyak 114 kali atau 6x19

 Jumlah kata dg kata yang menunjukkan kpd akibat:
• Al-Infaq- al-Ridha masing-masing 73 kali
• Al-Bukhl- al-Hasrah masing-masing 12 kali
• Al-Kafirun- al-Naar masing-masing 154 kali
• Al-Zakah- al-Barokah masing-masing 32 kali
• Dan lain-lain

 Jumlah kata dengan kata penyebabnya:
• Al-Asraa- al-Harb masing-masing 6 kali
• Al-Salam- al-Thayyibat masing-masing 60 kali
• Dan lain-lain

 Keseimbangan khusus
Yaum dalam bentuk tunggal sebanyak 365 kali, dalam bentuk jamak ayyaam sebanyak 30 kali. Kata Syahr dan Asyhur sebanyak 12 kali. Dan lain-lain

B. Isyarar-isyarat Ilmiah antara lain:
Isyarat-isyarat Ilmiah Al-Qur’an
1. Tentang pohon hijau

Artinya: Ayat dalam al-Qur’an yang artinya: “yaitu Tuhan yg mnjadikan untukmu api dari kayu yang hijau. Maka tiba-tiba kamu nyalakan (api) dari kayu itu” (QS,Yaasin;80)

Dalam plasma sel tumbuh2han ada zat chromatophone (pembawa zat warna) yaitu merah, kuning, jingga, dan hijau. Dan yg terpenting adalah hijau yg disebut dg chlorophyl “hijau daun” yang mengandung zat karbon, hidrogen, nitrogen, dan magnesium. Dengan bantuan sinar matahari trjadilah proses photosyntesis yaitu merubah tenaga radiasi matahari mjd tenaga kimiawi yang dalam al-Quran surat Yaasin ayat 80 di sebutkan: faidza antum tuuqiduun.

Kalender Syamsiyah dan Qomariyahseperti disebutkan dlm al-Kahfi ayat 25:

Artinya: Dan mereka tinggal dalam gua mereka tiga ratus tahun dan ditambah sembilan tahun (lagi).

Kalender syamsiyah/miladiyah berselisih dg kalender Qomariyah/Hijriyah antar 11 dan 12 hari setiap tahunnya. Jadi pemuda al-Kahfi tinggal selama 300 thn M di gua, maka 300x11=3.300 hari atau sekitar 9 tahun. Berarti untuk tahun Qomariyah mereka tinggal di gua selam 309 tahun.

2. Berita tentang hal-hal ghaib
Perang antara romawi dan persia “alif laam mim. Telah bangsa romawi, yg ter ekat dan mereka sesudah di kalahkan itu akan menang. Dalam beberapa tahun lagi, bagi Alloh lah urusan sebelum dan sesudah (mereka menang), dan (dihari kemenangan bangsa romawi) itu bergembiralah orang-orang yang beriman, karena pertolongan Alloh, Dia menolong siapa yang dikehendakiNya. Dan Dialah maha perkasa mahaa lagi penyayang”.
Antara tiga sampai sembilan tahun, waktu antara kekalahan bangsa rumawi (th 614-615) dg kemenangannya (tahun 622 M). Bangsa rumawi adalah kira-kira tujuh tahun.

3. Berita tentang hal-hal ghaib
a. Gua ashabul kahfi
Banyak cara dilakukan oleh orang yang meragukan akan kerasulan Muhammad SAW dan kebenaran al-Qur’an, diantaranya ialah dg mengajukan beberapa pertanyaan yang diharapkan dari jawaban nabi itu tersingkap kebohongannya. Salah satu pertanyaan yang mereka ajukan ialah ttg sekelompok pemuda yg berlindung didalam gua dari kejaran penguasa kafir, yaitu berapa jumlah mereka, siapa nama-nama mereka, berapa lama mereka bersembunyi/tertidur dsb. Semua itu terjawab seperti yang diisyaratkan dalam surah al-Kahfi ayat 9-26

4. Bukti historis kegagalan menandingi al-Quran
Banyak fakta sejarah yg menunjukkan kegagalan manusia dalam usahanya menandingi al-Qur’an, salah satunya adalah Abdullah Ibnu Muqaffa’ seorang sastrawan besar dan penulis terkenal yg berjanji kpd kaum zindik dan atheis utk membuatkan karangan atau syair-syair yg dpt melebihi a-Qur’an dlm jangka waktu satu tahun. Setelah berlangsung setengah tahun, dia gagal melaksanakan tugasnya dan menyerah utk tdk melanjutkan lg tugasnya itu.
Alloh sudah mengatakan bahwa manusia itu, jangankan sendirian , berkelompokpun, bahkan bergabung dengan bangsa jin sekalipun, tdk akan mampu menandingi al-Quran. Seperti yang disebutkan antara lain dalam surah al-Isra ayat 88.

Artinya: Katakanlah: "Sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang serupa Al Quran ini, niscaya mereka tidak akan dapat membuat yang serupa dengan Dia, Sekalipun sebagian mereka menjadi pembantu bagi sebagian yang lain".

5. Tuduhan sekitar Kemu’jizatan al-Qur’an
Menurut sebagian kaum Syi’ah dan Mu’tazilah yaitu mereka yg disebut ahlus Sharfah bahwa ketidak mampuan manusia menandingi al-Qur’an itu bukan karena tidak ada kemampuan mereka, tetapi karena sharfah, yaitu kemampuannya dicabut oleh Alloh sehingga tdk ada satupun yg mampu membuat sesuatu yang sanggup menandingi al-Quran.
Kalau tuduhan mereka itu dibenarkan berarti Alloh itu mempermainkan hambanya, dimana disuruh berbuat sesuatu (menandingi al-Quran), namun kemampuan utk berbuat tdk diberikan. Maka mustahil bagi Alloh yang Maha Mulia dan Suci, berbuat yang demikian.

6. Bukti Ilmiah Arkeologis Mendukung Narasi Riwayat Dalam Al-Quran
a. Tempat Bahtera Nabi Nuh Mendarat&Eksistensi Bangsa ‘Ad, Tsamud Dan Kota Iram
Dimana Bahtera Nabi Nuh as Berlabuh?
Surya Kusuma (1997), menulis laporan tentang temuan arkeologik tempat pendaratan bahtera Nabi Nuh, yang masih di perdebatkan.
Yg menarik dlm laporan tsb adalah bahwa temuan arkeologis dari ekspedisi pimpinan Dr.David Fasold dan Prof. Dr. Salih Bayraktutan bahwa di gunung Judi-lah bahtera nabi Nuh itu mendarat, jadi sesuai dg risalah di dalam al-Quran, Surah 11, ayat 44.
Dalam KitabPerjanjian Lama (Bibel) dikisahkan bahwa bahtera Nabi Nuh mendarat di pegunungan Ararat, sbgmn dpt dibaca; ‘Dalam bulan yg ke 7, pd hari yg ke 17 bulan itu, terkandaslah bahtera itu pd pegunungan Ararat’. (Kejadian, 8:4).
Para kalangan ahli kitab (Yahudi dan Nasrani) mengimani ayat diatas, yaitu bahtera nabi Nuh mendarat di Pegunungan Ararat itu.
Dalam kitab suci al-Quran, dikisahkan bahwa bahtera nabi Nuh mendarat di Gunung Judi, sebagaimana dpt di baca:

…‘dan bahtera itupun berlabuh diatas bukit Judi…’ (QS, 11: 44). Jelas ummat Islam juga mengimani ayat ini, yaitu bahwa bahtera Nabi Nuh mendarat di Gunung Judi.
b. Pegunungan Ararat Dan Gunung Judi
Pegunungan Ararat terletak dekat perbatasan Turki-Iran-Armenia. Pegunungan ini mempunyai dua puncak. Yaitu Gunung Ararat Besar (GAB) yh tingginya mencapai 5.137 meter, dan disebelah barat-dayanya tegak berdiri Gunung Ararat Kecil (GAK), yang tingginya 3.896 meter. Kedua gunung itu saling berangkai dan kedua puncaknya ditutupi salju.
Gunung Judi terletak di perbatasanya Iran-Turki, serta berada disebelah barat daya rangkaian GAB dan GAK, dan berjarak sekitar 200 mil (320Km) dari rangkaian Gunung Ararat tsb. Namun demikian Gunung Judi ini masih merupakan bagian dari pegunungan Ararat yang panjang itu.
Ekspedisi pencarian bahtera Nabi Nuh, scr intensif telah dilakukan oleh para Tim Ekspedisi Barat sejak mulainya abad XX.
Sebagai contoh, pd th 1988, Dr Charles Willis melacak keberadaan bahtera nabi Nuh diantara ke2 puncak GAB dan GAK, dg menggunakan radar dan pengebor es. Namun Tim Ekspedisi itu belum menemukan hasil yg konklusif ttg keberadaan bahtera nabi Nuh tsb. Setahun kemudian, 1989, seorang Italia bernama Angelo Palego mengklaim telah menemukan bahtera Nabi Nuh diantara Dataran Tinggi Barat dan Glassior Parrot di pegunungan Ararat. Namun klaim dari palego ini belum dpt dibuktikan lagi oleh para Tim Ekspedisi selanjutnya.
c. Tim Ekspedisi Fasold-Bayraktutan
Tahun 1988, sebuah Tim Espedisi utk mencari jejak bahtera Nabi Nuh dilakukan disekitar Gunung Judi. Tim ini di ketuai oleh Dr. David Fasold, seorang ahli geofisika dr AS, dan Prof. Dr. Salih Bayraktutan, Direktur Geologi Universitas Ataturk, Turki. Tim ekspedisi ini mengggunakan instrumen canggih, yaitu ground-radar yg dpt memotret bendah di jauh kedalaman tanah, dg hasil yg sangat baik.
Setelah ekspedisi berjalan 6 tahun, maka pd th 1994, Tim Ekspedisi ini berhasil mengambil foto sebuah obyek berbentuk bahtera yg terkubur di kedalaman 2.300 meter. Panjang obyek kapal itu diperkirakan 170 meter, dan lebarnya 45 meter. Al-Quran tdk memberi rincian ttg ukuran bahtera Nabi Nuh. Dalam AQ surat 11, ayat 37 disebutkan; ‘Dan buatlah bahtera itu dg pengawasan dan petunjuk wahyu kami’.
Salih Bayraktutan memperkirakan umur bahtera trsbut lbh dr 100.000 th. Fasol jg yakin bahwa Timnya telah menemukan sisa-sisa kabin bagian atas yg telah menjadi fosil, hasil foto itu sangat jelas bahkan kita bisa hitung papan–papan lantai (dek) diantara dinding bahtera.
Para ilmuan AS dan Timur Tengah menemukan pula sebuah batu besar dg lubang dipahat diujungnya. Bati itu diyakini sbg batu kendali. Pd kapal-kapal kuno, benda itu biasa dikaitkan di belakang kapal sbg alat penyeimbang.
d. Reaksi Ummat Islam dan Ahli Kitab
Ummat Islam sangat gembira dg hasil temuan itu, bahkan pemerintah Turki berncana menjadikan lokasi penemuan khusus itu utk kepentingan studi arkeologis. Namin para ahli kitab tdk begitu senang dg hasil temuan itu, sebab secara tegas temuan itu terjadi di Gunung Judi, sebuah gunung yg disebut scr jelas dlm al-Quran, surat 11, ayat 44 sbg tempat pendaratan bahtera Nabi Nuh
7. Bukti Arkeologis Akan Eksistensi Bangsa ‘Ad, Tsamud, Dan Kota Iram
Dalam AQ surah Al-Fajr (89), ayat 6-9 menyebut adanya bangsa (kaum) ‘Ad, Tsamud serta menyebut pula kota Iram sbg ibukota kerajaan bangsa ‘Ad. Di sebutkan pula bahwa kota Iram mempunyai bangunan-bangunan (pilar-pilar) yg tinggi, yg pd waktu itu belum ada tandingannya diseluruh wilayahnya. Juga disebutkan bahwa bangsa Tsamud mempunyai keahlian membelah batu untuk tempat tinggalnya.
Pertanyaanny adalah: adakah bukti-bukti ilmiah yg mndukung eksistensi bangsa ‘Ad, Tsamud, maupun kota Iram? Jwbn dr pertanyaan itu penting agar kita dpt menangkis fitnah para orientalis, dan yg penting lagi adalah jawaban positif dr prtanyaan diats sangat menarik utk memperkuat/menambah keimanan kita.
Dalam tradisi Arab Purba, dipercaya bahwa Tarikh (sejarah) bangsa ‘Ad dan Tsamud adalah mendahului tarikh Ibrahim as. Bangsa ‘Ad bertempat tinggal disekitar wilayah wilayah Arabia Selatan , sedang Tsamud bertempat tinggal disekitar wilayah Arabia Baratdaya. Dg dipandu oleh tradisi inilah penggalian arkeologi mulai dilaksanakan.
Tarikh nabi Ibrahim as 4300-4500 th yg lalu, tarikh bangsa ‘Ad dan Tsamud 4500-5000 th yang lalu.
Penggalian pertama kali dilakukan 1834 disekitar wilayah Yaman Selatan. Dalam penggalian ini ditemukan sebuah prasasti yg bertuliskan huruf himyarite (huruf bangsa arab purba: Himyar) dg menggunakan analisis karbon-14, ternyata prasati tsb berumur 800SM atau sekitar 2800 th yang lalu. Menilik umurnya, maka jelas bukan bahwa prasasti itu bukan langsung berasal dr bangsa ‘Ad, karena tarikh prasasti itu jauh lebih muda. Namun yg menarik adalah pernyataan yg tertulis dlm prasasti berhuruf himyarite itu.pernyataan dlm bhs himyar itu berbunyi: ‘Mereka mengatur urusan kami, dg menggunakan hukum-hukum (agama) Hud yg lurus’. Dari prasasti inilah utk pertama kali nama Hud disebut di luar al-Quran. Hud as adalah sorang rosul yg dikirim oleh Alloh SWT kpd bangsa ‘Ad. Jadi nampaknya prasati ini berasal dr sebuah bangsa yg merupakan keturunan bangsa ‘Ad (yg terselamatkan dr adzab Alloh SWT). Dalam sejarah Arabia, bangsa Himyar memang lbh muda dibanding bangsa ‘Ad.
Di awal abad xx dilakukan penggalian di wilayah Siria Utara.
Dalam penggalian ini ditemukan prasasti yg umurnya sama dengan prasasti himyarite di atas, sktar 800 SM atau sekitar 2800 th yang silam. ini dinamakan Prasasti Assyiria atau prasasti Sargon-II; karena prasasti ini berhuruf Assyiria, serta menceritakan ttg seorang Raja Assyiria bernama Sargon-II.
Yg menarik dr prasasti ini adalah menceritakan bahwa kerajaan Assyiria di bwh raja Sargon-II menaklukkan suku-suku Ta-mu-di. Para ahli arkeologi berpendapat bahwa suku Ta-mu-di yg tersebut dlm prasasti Assyiria ini adalah keturunan bangsa Tsamud dlm tarikh qur’aniyah disebut keturunan karena tarikh Ta-mu-di baru sekitar 2800 th yg lalu, sedangkan tradisi Arab Purba menyebut bangsa Tsamud eksisi sekitar 4500 th yang lalu.
8. Prasasti Ebla,Penegasan Eksistensi Bangsa ‘Ad,Tsamud, Dan Kota Iram
PENEGASAN ILMIAH TTG EKSISTENSI BANGSA ‘Ad,kota Iram dan bangsa Tsamud didapat setelah ditemukannya Prasasti Ebla, serta terungkapnya pernyataan tertulis yg trdapat prasasti itu.
Prasasti Ebla ternyata berumur 4500 th yg silam. Jadi umur tarikh prasasti ini sama dengan umur tarikh bangsa ‘ad dan Tsamud. Sedang pernyataan dlm huruf dan bahasa Eblaite menyatakan bahwa: ‘Kerajaan Ebla tlah mengadakan hubungan dagang dg bangsa Shamutu, ‘Ad di kota Iram’. Jlas disini bahwa bangsa shamutu tdk lain adalah Tsamud yg tsb dl AQ.sedangkan bangsa ‘Ad dn kota Iram dlm prasasti Ebla ini ditulis dg nama yg identik seperti tertulis dalam Alqur’an.
9. Kesimpulan
EKSISTENSI bangsa Tsamud, ‘ad dan kota Iram seperti yg tersebut dlm AQ surat 89 ayat 6-9, telah dikuatkan oleh bukti ilmiah arkeologi dari prasasti Ebla.
a. Penggalian Kota Iram Oleh Nicholas Clapp
Adalah waga AS dan seorang yg prnah memenangkan award dlm pmbuatan film dokumenter. Dia sangat trtarik mempelajari riwayat2 dlm tradisi Arab purba, al ttg bangsa ‘Ad dan kota Iram
Th 1984, Clapp bersama2 dg Prof Juris Zarins seorang pakar arkeologi arabia dan Ranulph Fiennes dan George Hedges, membuat proposal yg ditujukan kpd CIT-JPL, NASA yang isinya ingin memotret kawasan Arabia selatan dr pesawat ulang alik Challenger, dg menggunakan teknik SIR. Teknik SIR ini mampu memotret sampai kedalaman 200-400 M dibawah tanah.
NASA mnyetujui proposal tsb, dan pd th itu jg Challenger melakukan pemotretan di Arabia selatan dr antariksa, dg mnggunakan teknik SIR-B. setelah melakukan 2 x pass over diatas Arabia Selatan, didapatkan foto2 yang sangat menkjubkan. Setelah melalui pemrosesan dg komputer, maka foto2 itu memperlihatkan bahwa dikedalaman 183 m di bawah tanah, terlihat ada satu spot yg disertai garis2 panjang semuanya mnj ke spot tsb.
Untuk meyakinkan hal tsb, NASA meminta bantuan Prancis, utk melakukan pemotretan pd daerah yg sama dg menggunakan satelit yg dilengkapi dg optical sensing system. Dan ternyata hasil pemotretan tsb identik dg hasil yg diperoleh NASA. Analisis foto2 tsb menunjukkan bahwa dikedalaman kurang lebih 200m di bawah tanah, kemungkinan ada kota tua yang terbenam, sedang garis-garis putih yang ada pd foto itu kemungkinan ada pd foto itu kemungkinan rute-rute karavan tua, yang menuju ke kota itu.
Pd th 1991 Clapp mulai melakukan penggalian ditempat yg ditunjukka oleh data dari NASA tsb. Pd th 1992, bulan pebruari, Tim yng di ketuai Clapp berhasil mengangkat suatu bangunan raksasa berbentuk oktagonal dg menara2 dan dinding2 yang tinggi. Sangat menakjubkan sehingga para arkeologi tsb menyitir Aq surat 89, ayat 7, yaitu bahwa kota Iram mempunyai pilar-pilar yg tinggi. Sungguh menakjubkan temuan ini!!Kota yang Eksistensinya diragukan selama beratus-ratus tahun opleh para orientalis, sekarang terbukti secara meyakinkan akan eksistensinya, bahkan dilakukannya oleh para orientalis sendiri.